Komentar pedas keluar dari Menko bidang Maritim dan Sumberdaya, Rizal Ramli terkait pernyataannya tentang permainan mafia di kebijakan pulsa listrik. Salah satu indikasinya, beli pulsa listrik Rp. 100.000 tapi listrik yang didapatkannya hanya Rp. 70.000. Ko bisa?
Menjawab pernyataan Menko Rizal Ramli, Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun menjelaskan tentang polemik pulsa listrik prabayar tersebut. Begini penjelasan Benny Marbun seperti yang disampaikannya kepada detikFinance (8/9/2015).
Ada konsumen rumah tangga yang daya listriknya 1.300 volt ampere (VA). Ia membeli token (pulsa) listrik Rp 100.000. Berapa kWh listrik yang ia dapatkan? Apa saja yang diperhitungkan dalam pembelian token listrik tersebut?
- Administrasi bank Rp 1.600 (Ini tergantung bank/koperasinya).
- Biaya materai Rp 0 (karena jumlah pembelian token listrik hanya Rp 100.000)
- Pajak Penerangan Jalan (PPJ) Rp 2.306. Di sini masing-masing daerah berbeda-beda, Untuk DKI Jakarta PPJ-nya 2,4% dari tagihan listrik
- Beli token listrik Rp 100.000 artinya akan kena potongan biaya administrasi dan PPJ (Rp 1.600 + Rp 2.306) = Rp 96.094
- Sisa rupiah Rp 96.094 tersebut dibagi Rp 1.352/kWh (tarif listrik untuk golongan 1.300 VA) hasilnya 71,08 kWh.
"Besaran kWh inilah yang dimasukkan ke meteran listrik, yakni untuk Rp 100.000 dapat listriknya 71,08 kWh. Jadi bukan Rp 71.000," jelas Benny.
Jadi, kemungkinan besar yang dimaksud Menko Rizal Ramli beli Rp 100.000 kok dapatnya Rp 70.000, kemungkinan besar adalah 71,08 kWh.
Sumber : finance.detik.com
0 komentar: